PANDEMI COVID-19 DAN PERSPEKTIF TEOLOGI
Covid-19 atau virus Corona adalah virus yang mematikan, tak hanya mengguncang rasa kemanusiaan kita, tetapi juga memunculkan kembali atmosfer khazanah perdebatan di langit pemikiran teologi Islam, perihal sejauh mana sebenarnya peran Tuhan, pada semua yang terjadi sekarang ini pada diri manusia dalam kisah perjalanan hidupnya di dunia ini, pembelaan, dan argumentasi terkait masalah ibadah khususnya kewajiban Shalat untuk berjamaah di masjid, di tengah wabah Corona yang melanda ganas, tanpa sadar telah membuat mindset kita pada sebuah pemikiran teologi dalam peradaban Islam.
Covid-19 memaksa kita untuk lebih dekat dengan sang pencipta karsa kehidupan, berharap ada hidayah dalam lamunan, dikala nalar sudah tertutup oleh keganasan pandemi Covid19 ini, tidak ada tempat untuk pelarian yang paling tenteram kecuali hanya kepada sang pemilik kehidupan, kegelisahan, kecemasan, kekhawatiran, ketakutan, serta putus asa dalam bayangan masa depan, berharap mencari tenang dalam batin untuk jiwa yang tenang tercerahkah walaupun hanya dalam rumah.
Image by Klaus Hausmann from Pixabay |
Menghadirkan kuasa Tuhan dikala pandemi seperti menjadi jalan terbaik, menjadi satu-satunya agar semua kembali seperti semula, dan normal seperti sedia kala, karena semua ikhtiar harus melibatkan Tuhan, semua ikhtiar yang tertuju, diiringi oleh curahan hati melalui perantara Do'a.
Berbagai Teologi yang pernah muncul dan sekarang masih eksis bertahan sampai sekarang, diataranya; Khawarij, murji'ah, mu'tazilah, ahlussunah wal jama'ah, jabariyah dan qodariyah. Teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama.
Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Teologi menampukkan seorang untuk lebih memahami tradisi keagamaannya. Beragam aliran teologi itu seakan-akan masuk dalam sisi dalam wilayah keyakinan umat islam, terkait setelah pengumuman pemerintah atau dalam Majelis Ulama Indonesia yang berspekulasi tentang penundaan sementara larangan shalat berjamaah di masjid dan shalat berjamaah jumat, keputusan ini ditanggapi pro kontra di dalam pihak mana pun, serta paling dasar menyentuh teologi.
Tidak ada Satu pun umat islam yang menganut sebuah keyakinan teologi secara mentah-mentah, pada semua teologi dalam perjalanannya mengalami perkembangan yang menghasilkan berbagai macam pemahaman pada manusia dalam tingkat masih awam.
Dan paling utama bisa dihadapkan dalam pertanyaan dasar tentang sejauh mana Tuhan mengatur tata kehidupan kita (manusia) di dunia.
Apa benar, Tuhan seutuhnya mengatur kehidupan manusia, apa benar manusia bisa merubah keadaan kehidupan yang dilaluinya, dalam artian mengubah takdir menjadi yang dikehendaki, pertanyaan-pertanyaan seperti itu banyak muncul dalam kalangan umat islam, termasuk dalam menghadapi Pandemi virus Corona sekarang ini.
Dalam perspektif kaum penganut jabariyah dan qodariyah, kaum jabariyah menganggap atau memandang semua yang terjadi pada kehidupan manusia tidak ada hubungan sebab akibat sama sekali dari manusia, katanya tak perlu takut corona, sudah tertulis pada lah Mahfudz jauh sebelum semesta diciptakan. Bagi kalangan ini percaya bahwa semua ini Tuhan lah yang menjadi hak prerogatif seutuhnya.
Berbeda dengan dengan kaum jabariyah, kaum qodariyah melihat Tuhan memberikan kebebasan untuk manusia untuk terinfeksi, melalui ikhtiar dan daya upaya manusia itu sendiri, jika ada yang terinfeksi itu bukan disebabkan Tuhan menghendaki demikian, tetapi lebih pada kehati-hatian manusia nya sendiri.
Salah satu argumen kaum qadariyah yaitu firman Allah yang terkenal dalam surat Ar-Rad: 11 bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Sementara ayat-ayat yang dipaparkan kaum jabariyah sebagai ajaran teologi mereka ialah, diantara surat As-Saffat: 96 yang artinya (Padahal Allah-lah yang telah menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuat itu).
Bagi jabariyah manusia tidak memiliki upaya untuk berbuat apa-apa terhadap kehidupannya di dunia, semua sudah digariskan dan ditentukan, tidak ada pilihan, manusia hanya menjalaninya dengan suka rela. Dalam pandangan ini jika ada yang terinfeksi virus Corona itu memang sudah kehendak Tuhan. Bukan manusia itu tidak waspada, atau tidak menghiraukan himbauan pemerintah, atau tidak pakai masker, tetapi karena Tuhan sudah menakdirkan manusia itu terkena Corona.
Jadi tak perlu risau, khawatir kata mereka, takdirmu telah ditentukan jauh sebelum pandemi Corona ini menyerang bumi. Dalam faham jabariyah terakhir, sebagaimana ditulis oleh Prof Dr Harun Nasution (Teologi Islam,11), manusia tidak lagi hanya dilihat sebagai wayang yang digerakkan Tuhan untuk menjalani takdir yang telah ditentukan, tetapi memiliki peluang untuk mewujudkan atau tidak mewujudkan perbuatan-perbuatan yang telat digariskan itu. Faham al-Najjar menjadi jalan tengah dalam perseteruan antara faham jabariyah ekstrim dengan kaum qadariyah yang menggembor-gemborkan ajaram free will atau kebebasan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya tanpa campur tangan Tuhan.
Seharusnya umat mulai menyadari betapa lambannya penanganan virus sekarang ini, bukan semata-mata hanya problem teknis, penanganannya juga harus tersistematis, kapitalisme sekuler yang tidak mengutamakan nyawa manusia, harus diganti dengan sistem lain, tiada lain adalah sistem islam. Sistem yang berasal dari Pencipta manusia, Alam semesta, dan kehidupan ini. Nabi Muhammad Saw. Bersabda Yang artinya, "Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan disisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim." (HR an-Nasa'i, At-Tirmidzi, dan al-Baihaqi). Namun kita harus bekerja lebih keras lagi untuk selalu mengingatkan diri sendiri, orang di sekitar kita, serta orang lain.
Peran agama dalam penanganan Pandemi Covid19, dalam wajahnya yang damai, sejuk, tenteram, nilai-nilai suci agama, dalam peran ini agama menjadi solusi dalam mengatasi persoalan-persoalan sosial, spiritual. Pandemi Covid19 ini menghantam seluruh dunia sejak, kurang lebih satu tahun telah memporak-porandakan seluruh sektor kehidupan manusia.
Berhentinya kegiatan masyarakat telah menyebabkan kelesuan atau bahkan resesi ekonomi, dalam seperti ini peran agama dan para tokoh agama dapat menyampaikan pesan didepan umatnya untuk memberikan ketenangan, sehingga bisa mendoktrin misi-misi spiritual untuk menenangkan para pejuang yang menangani Covid19.
Terlepas dari itu semua, dalam konteks penanganan Pandemi COVID-19 saat ini, seharusnya masyarakat memahami bahwa penanganan Pandemi ini tidak cukup hanya dengan Do'a dan berpasrah diri (tawakal), tetapi harus ada upaya sungguh-sungguh yang dilakukan untuk menghindarkan pada pandemi ini. Sebaiknya kita semua tidak ada lagi kalimat, atau statement tentang hanya takut Allah. Dan takut Corona.
Manusia tidak hanya diberikan takdir, tetapi juga akal dan upaya dalam menjalani kehidupannya di dunia. Menghadapi Corona tidak hanya diam, berpangku tangan, menunggu takdir baik datang, tetapi harus ada usaha, Ikhtiar untuk keselamatan, perlindungan diri, patuhi aturan pemerintah terkait, memakai masker, sosial distancing, tidak bersalaman, memakai handsanitizer dan lain sebagainya. Maka, mari kita ke hukum syar'iah, agar dampak pandemi Covid-19 ini tidak semakin parah. Dunia pun bisa kembali normal seperti sedia kala, sebelum adanya pandemi virus Corona ini, tentu kita merindukan hari itu bukan? Semoga kita selalu dalam lindungan, serta panjang umur untuk hal-hal baik, sekian. Semoga bermanfaat.
Artikel ini ditulis oleh :
Moh. Rama IlhamiProgram Studi Pendidikan Agama IslamInstitut Agama Islam Negeri Purwokerto2017402050@mhs.iainpurwokerto.ac.id
Posting Komentar