Menjadi Ibu Yang Tak Sempurna
Hidup dimanapun takkan lepas dari sorotan sesama manusia. Mom war akan terus terjadi ketika sesama emak mempertahankan egonya sendiri. Mengutarakan yang ada dimulut tanpa difilter dari otak dan perasaan. Membanding-bandingkan versi dirinya atau satu dengan yang lain yang tak ada kesamaannya.
Menjadi ibu yang kuat versi yang aku jalani dengan ibu yang lain tentu akan berbeda. Ukuran setiap orang akan berbeda dengan cerita hidup yang dijalani. Setiap ibu hebat dalam menjalankan perannya dari fitrahnya hamil dan menyusui. Lalu dengan sebutan ibu, mama atau pun sebutan bunda menjadi madrasatul ula untuk buah hatinya.
Image by iqbal nuril anwar from Pixabay |
Melahirkan dengan cara normal atau caesar sama saja proses menyelamatkan bayi. ASI atau non ASI pilihan masing-masing.
Bentuk menyayangi tak cukup dengan kata, tindakan sangat perlu. Anak pandai calistung usia PAUD, lalu jadi bahan perbandingan, bahan kompetisi. Kemudian dinyinyirin, dijulidin. Hei, semua anak memiliki tingkat kemampuan berbeda. Tidak semua anak memiliki nilai akademik yang tinggi, bisa saja anak calon atlet, seniman, ilmuwan, dokter, pengusaha ataupun presiden.
Sering kesal dengan rumah yang berserakan mainan. Rasanya menginjak lego itu gurih gurih sedap. Bedak yang bertaburan, satu wadah habis buat mainan. Belum lagi kecap, minuman yang tumpah. Lagi enak makan anak BAB, mandi super kilat, pipis sambil gendong anak, begadang nyusuin anak, apalagi lagi panas. Belum lagi urusan masak, nyapu, ngepel, nyetrika. Mengenyampingkan urusan kebutuhan pribadi demi anak, bahkan sering mementingkan beras dari pada paras. Selanjutnya mendampingi belajar, dari membaca alfabet berhitung, ngaji Alquran dan iqra. Dan wajarlah ibu dalam perawatannya sering butuh waras.
Ingin sesekali me time tanpa ada yang mengganggu. Menonton film kesukaan sambil rebahan atau nongkrong cantik ketemu bestie. Rasanya sudah bukan lagi dunianya. Dunia sekarang ya membersamai anak. Menjadi orang terdekat yang paling sering disayang, dikomentari, dimarahi, diperintah, dipeluk dan dicium.
Ibu seorang wanita biasa. Yang kadang masih gampang tersulut emosi dari hal kecil. Yang kadang tak selalu membuat rumah bersih, yang kadang memiliki malas. Ibu tak sempurna ini menyanyangi anaknya dengan susah payah. Menahan perih, membuncah rindu, menuai sayang dan memeluk doa disetiap langkah anaknya.
Rasanya lalu ingin belajar di manapun. Bahagia dengan cara receh tanpa dipusingkan esensinya. Seiring melewati tahapan yang tiap kali berbeda mengikuti tumbuh kembangnya. Butuh waktu yang lama untuk sampai di titik rela. Rela menghabiskan waktu 24 jam membersamai anak dalam satu atap. Melewati rasa sakit yang rumit, menahan banyak kemarahan. Berkelahi dengan ego sendiri. Serta rasa sesak yang tak dapat diungkap.
Semua tidak semudah mengucap kata "Bersabarlah", "Ikhlaskan saja", "Maafkan", "Lupakan"
Dan pada akhirnya, tidak ada yang lebih rumit dari " Ya sudahlah, dinikmati" . Sambil terdiam, sambil menatap daun yang melambai
sendirian, dengan bermunajat, berdoa terus membasahi bibir dan mengiris hati. Hanya Allah yang paling mengerti. Hmm, suami orang terdekat belum tentu mengerti.
Di tulis oleh : Mamahnya Mahreen Nayyara.
Posting Komentar